filsafat matematika

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat, taufik, serta hidayahnya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang merupakan Tugas Akhir mata kuliah Filsafat Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam semester ini.

Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa serta Sri Sudaryati, M.Pd selaku dosen mata kuliah Filsafat MIPA, dan rekan-rekan yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini walaupun tidak terlibat langsung.

Akhirnya tiada gading yang tak retak, tidak ada kesempurnaan tanpa adanya perbaikan, untuk itu kepada rekan-rekan serta Ibu Sri dan juga semua pihak, saya mengharapkan dan selalu menerima kritik dan saran dengan tangan terbuka. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita dan dunia pendidikan.

Jakarta, Juni 2008

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………..1

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………..2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………………………………….3

1.2 Perumusan Masalah………………………………………………………………………..4

1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………………………4

1.4 Metode Penulisan…….…………………………………………………………………….4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat dan Matematika………………………………………………….5

2.1.1 Pengertian Filsafat…………………………………………………………………….5

2.1.2 Pengertian Matematika………………………………………………………………6

2.2 Hubungan Matematika dengan Filsafat……………………………………………..8

2.3 Peranan Matematika Dalam Filsafat ( Komunikasi Pemikiran

Keilmuwan)………………………………………………………………8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………….14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………….16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam komunikasi pemikiran keilmuan, matematika memainkan dua peranan, yakni :

a. Sebagai raja, matamatika merupakan bentuk logika paling tinggi yang pernah diciptakan oleh pemikiran manusia. Logika ini dilukiskan dalam bentuk sistem simbolis dari kegiatan pemikiran serta struktur yang teratur dari teori bilangan dan ruang.

b. Sebagai pelayan, matematika menyediakan bagi ilmu-ilmu yang lainnya, bukan saja sistem logikanya tetapi juga model matematis dari berbagai segi kegiatan keilmuwan. Matematika dari model inilah yang dipergunakan untuk mengkomunikasikan hukum keilmuwan dan hipotesis.

Beberapa sifat yang penting memungkinkan matematika memegang peranan yang sangat penting dalam proses kegiatan keilmuwan. Sifat-sifat itu adalah sebagai berikut :

a. Matematika berhubungan dengan pernyataan yang berupa dalil dan konsekuensinya di mana pengujian kebenaran secara matematis akan dapat diterima oleh tiap orang yang rasional.

b. Matematika tidak bergantung kepada perubahan ruang dan waktu.

c. Matematika bersifat eksak dalam semua yang dikerjakannya meskipun dia mempergunakan data yang tidak eksak (merupakan perkiraan).

d. Matematika adalah logika deduktif yang mengubah pengalaman indera menjadi bentuk-bentuk yang diskriminatif.

Filsafat dan matematika tumbuh di bawah asuhan filsuf Yunani, Phytagoras yang mendirikan Mazhab Phytagoranisme di Crotona. Ia mengemukakan bahwa segenap gejala alam merupakan pengungkapan inderawi dari perbandingan-perbandingan matematis. Mazhab ini menyimpulkan bahwa bilangan merupakan intisari dan dasar pokok dari sifat-sifat benda.

Seorang filsuf besar dari Yunani kuno setelah Zeno menegaskan hubungan yang amat erat antara matematika dan filsafat adalah Plato. Ia menegaskan bahwa geometri sebagai pengetahuan ilmiah yang berdasarkan akal murni menjadi kunci ke arah pengetahuan dan kebenaran kebenaran filsafat. Menurut Plato, geometri merupakan suatu ilmu dengan akal murni membuktikan proporsi-proporsi abstrak mengenai hal-hal abstrak seperi garis lurus, segitiga atau lingkaran.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari filsafat dan matematika?

2. Apakah hubungan filsafat dengan matematika?

3. Apakah peranan matematika dalam filsafat?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

1.4 Metode Penulisan

Penulis memergunakan metode observasi. Dalam metode ini penulis membaca buku dan artikel yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat dan Matematika

2.1.1 Pengertian Filsafat

Kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘philosophia’ . Kata philosophia merupakan gabungan dari dua kata yaitu philos dan sophia. Philos berarti sahabat atau kekasih, sedangkan sophia memiliki arti kebijaksanaan, pengetahuan, kearifan. Dengan demikian maka arti dari kata philosophia adalah cinta pengetahuan. Plato dan Socrates dikenal sebagai philosophos (filsuf) yaitu orang yang cintai pengetahuan.

Filsafat adalah pikiran manusia yang radikal, artinya mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat-pendapat “yang diterima saja” mencoba memperlihatkan padangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan dan sikap praktis. Jika filsafat misalnya berbicara tentang masyarakat, hukum, sosiologi, kesusilaan dan sebagainya, di situ pandangan tidak diarahkan kepada sebab-sebab yang terdekat (secundary causes) melainkan ke “mengapa” yang terakhir (fist causes), sepanjang kemungkinan yang ada pada budi manusia berdasarkan kekuatannya. Filsafat mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya dengan berpangkalan pada manusia itu sendiri atau pikiran manusia itu sendiri. Jadi :

a. Objek filsafat adalah segala sesuatu yang ada.

b. Sudut pandangannya adalah sebab-sebab yang terdalam.

c. Sifat filsafat adalah sifat-sifat ilmu pengetahuan.

d. Jalannya filsafat dalam usaha mencari jawaban-jawaban dengan berdasarkan

kekuatan pikiran manusia atau budi murni dan tidak berdasarkan Wahyu

Allah atau pertolongan istimewa dari agama/Tuhan.

e. Karakteristik berpikir filsafat adalah Menyeluruh, mendasar dan spekulatif.

Dan perlu untuk kita ingat bahwa kata filsuf (philosophos) dan filsafat (philosophia) ini baru menyebar luas setelah masa Aristoteles. Aristoteles sendiri tidak menggunakan istilah ini (philosophia atau philosophos) dalam literatur-literaturnya.

Setelah masa kejayaan romawi dan persia memudar, penggunaan istilah filsafat berikutnya mendapat perhatian besar dari kaum muslimin di arab. Kata falsafah (hikmah) atau filsafat kemudian mereka sesuaikan dengan perbendaharaan kata dalam bahasa arab, yang memiliki arti berbagai ilmu pengetahuan yang rasional.

2.1.2 Pengertian Matematika

Pengertian matematika sangat sulit didefinsikan secara akurat. Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, – 2, …, dst, melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan bagi.

Akan tetapi, penulis mencoba memberikan pengertian dari matematika. Menurut bahasa kata “matematika” berasal dari kata μάθημα(máthema) dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar” juga μαθηματικός (mathematikós) yang diartikan sebagai “suka belajar”.

Sedangkan menurut istilah, apakah matematika itu? Pertanyaan ini jawabannya dapat brbeda-beda bergantung pada kapan pertanyaan itu dijawab, dimana dijawab, siapa yang menjawabnya dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam. Dengan demikian, untuk menjawab pertanyaan :Apakah matematika itu ? Untuk menjawabnya kita harus hati-hati. Karena itu berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika tersebut dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing individu yang berbeda. Ada yang berpendapat bahwa matematika itu bahasa simbol,matematika itu adalah bahasa numrik, matematika itu adalah bahasa yang menghilangkan sifat kabur,majemuk, dan emosional, matematika adalah metode berpikir logis , matematika adalah saran berpikir, matematika adalah logika pada masa dewasa , matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus menjadi pelayannya, matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran, matematika adalah sains yang bekerja menarik mkesimpulan-kesimpulan yang perlu, matematika adalah sains formal yang murni, matematika adalah sains yang memanipulsi simbol, matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang, matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur , matematika adalah imu yang abstrak dan deduktif .

Selain itu juga, beberapa pendapat para ahli tentang matematika yang telah menyinggung muatan materi yang terdapat dalam ruang lingkup matematika dan karakteristik matematika itu sendiri, yakni :

a. James dan James, yang mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk,susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan lainnya dengan jumlah banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.

b. Jhonson dan Rising bahwa matematika adalah pola berpikir,pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.

c. Reys mengatakan bahwa matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan , suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.

d. Kline mengatakan bahwa matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial , ekonomi dan alam.

Jadi dari seluruh pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa adanya matematika itu karena kemampuan proses berpikir manusia tentang pengalaman permasalahan yang ditemui dan dipecahkan, yang kemudian pengalaman pemecahan masalah tersebut menjadi suatu yang terkonstruksi sebagai suatu konsep matematika yang kemudian dapat digunakan sebagai alat pemecahan masalah yang sama atau yang baru.

2.2 Hubungan Matematika dengan filsafat

Matematika dan filsafat memiliki hubungan yang erat :

a. Filsafat dan geometri ( suatu cabang matematik ) lahir pada masa yang sama,di tempat yang sama, dan dari ayah yang tunggal , yakni sekitar 640-546 sebelum Masehi, di Miletus ( terletak di pantai barat negara Turki sekarang ) dan dari pikiran seorang bernama Thales.

b. Matematik tidak pernah lahir dari filsafat, melainkan keduanya berkembang bersama-sama dengan saling memberikan persoalan-persoalan sebagai bahan masuk dan umpan balik.

c. Adanya hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan matematik dipacu pula oleh filsuf Zeno dari Elea. Zeno memperbincangkan paradoks-paradoks yang bertalian dengan pengertian-pengertian gerak, waktu, dan ruang yang kemudian selama berabad-abad membingungkan para filsuf dan ahli matematik.

2.3 Peranan Matematika Dalam Filsafat ( Komunikasi Pemikiran

Keilmuwan)

Telah dijelaskan pada materi sebelumnya bahwa matematika memiliki dua peranan dalam komunikasi pemikiran keilmuwan, yaitu sebagai raja dan pelayan. Sebagai raja, matematika adalah bentuk dari cara berpikir deduktif yang memperlakukan obyek pemikiran yang abstrak. Matematika merupakan bentuk komunikasi yang hampir mendekati kesempurnaan dari segenap bentuk komunikasi yang ada. Matematika umpamanya mempunyai sistem bilangan dengan unsur-unsur 1, 2, 3, dan sebagainya. Lambang-lambang ini dihubungkan oleh hukum-hukum dasar dan langkah-langkah tertentu. Sebuah lambang mendapatkan arti lewat hubungan yang dibentuk oleh hukum-hukum dasar tersebut. Hubungan ini kemudian diperluas lewat pernyataan sebab akibat dalam bentuk : Jika ini…., maka itu….; dan jika p menyebabkan q, dan q menyebabkan r, maka p menyebabkan r.

Contoh yang sederhana dari bentuk komunikasi ini terlihat dalam tiap teorema ilmu ukur bidang. Umpamanya, , rumus sebuah lingkaran adalah L = 2. Apa yang dimaksudkan dengan luas, lingkaran, phi dan jari-jari adalah tak lebih dari pengertian yang tercakup oleh penggunaan logis dari kata-kata tersebut.(Sebenarnya, tak seorang pun yang pernah melihat luas, lingkaran, phi, atau pun jari-jari. Semua ini adalah abstraksi yang tak dapat terindera secara fisik ). Teorema seperti ini tak akan dapat disusun dengan jalan pengukuran bahkan dengan pengukuran sejuta lingkaran sekalipun. Tetapi rumus lingkaran tersebut dapat dibuktikan secara empiris Jika jari-jari lingkaran adalah r, maka Rumus Luas daerah lingkaran adalah :

L = r 2

Untuk membuktikan rumus luas daerah lingkaran dapat dilakukan pembuktian secara empiris. Pembuktian rumus luas daerah lingkaran secara empiris yang lazim dilakukan adalah dengan cara memotong-motong lingkaran sehingga menjadi juring-juring kemudian membentuknya menjadi persegipanjang atau jajargenjang. Sehingga rumus luas daerah lingkaran dapat diturunkan dari rumus luas daerah persegipanjang atau jajargenjang.

· Pembuktian Rumus Luas Lingkaran dengan Menurunkan dari Rumus Luas Persegipanjang

Lingkaran dipotong-potong menjadi 8 juring, dan salah satu juring dibagi dua sama menurut jari-jari. Selanjutnya disusun secara sigzag ke samping dengan menempelkan sisi jari-jari dari masing-masing juring sehingga mendekati terbentuk persegipanjang.

Jika rumus luas persegipanjang adalah :

L = panjang × lebar,

Maka diperoleh rumus luas lingkaran, yaitu :

L = keliling lingkaran × jari – jari lingkaran

= × ( × 2r) × r

= × r × r

L = r2

· Pembuktian Rumus Luas Lingkaran dengan Menurunkan dari Rumus Luas Jajargenjang

Lingkaran dipotong-potong menjadi 8 juring. Selanjutnya disusun secara sigzag ke samping dengan menempelkan sisi jari-jari dari masing-masing juring sehingga mendekati terbentuk persegipanjang.

Jika rumus luas jajargenjang adalah :

L = alas × tinggi,

Maka diperoleh rumus luas lingkaran, yaitu :

L = keliling lingkaran × jari – jari lingkaran

= × ( × 2r) × r

= × r × r

L = r2

Selain pembuktian dengan menurunkan rumus luas lingkaran dari persegipanjang dan jajargenjang, ternyata dapat juga diturunkan dari rumus luas bangun datar yang lainnya.Yakni dari rumus luas daerah segitiga, belahketupat dan trapesium.

· Pembuktian Rumus Luas Lingkaran dengan Menurunkan dari Rumus Luas Segitiga

Untuk membuktikan rumus luas lingkaran dengan menurunkan dari rumus luas segitiga, lingkaran dibagi menjadi juring-juring sebanyak 4, 9, 16, 25, 36, dst, atau sebanyak n2, kemudian disusun sedemikian rupa sehingga membentuk segitiga sama kaki. Berikut ini lingkaran yang dipotong menjadi 4 juring dan menjadi 16 juring. Susunan lingkaran yang memiliki 16 juring akan nampak jelas bahwa susunan tersebut membentuk segitiga sama kaki. Akan tampak sangat jelas jika lingkaran dipotong menjadi 36, 49, 64 juring, dan seterusnya. Segitiga sama kaki tersebut adalah bentukan 16 juring dari sebuah lingkaran. Keliling lingkaran = × 16 busur juring. Alas segitiga sama kaki = 4 busur juring = keliling. Sedangkan tinggi segitiga tersebut adalah terdiri dari 4 juring = 4 r. Sehingga Jika luas daerah segitiga adalah :

L = × alas × tinggi,

Maka luas bangun pada susunan 16 juring adalah :

L = × keliling × 4r

= × keliling × r

= × 2r × r

= r2, ( terbukti )

· Pembuktian Rumus Luas Lingkaran dengan Menurunkan dari Rumus Luas Belahketupat

Untuk membuktikan rumus luas lingkaran dengan menurunkan dari rumus luas belahketupat, lingkaran dibagi menjadi juring-juring sebanyak 2, 8, 18, 32, dst, atau sebanyak 2n2, kemudian disusun sedemikian rupa sehingga membentuk bangun belahketupat. Susunan lingkaran yang dipotong menjadi 8 juring dan menjadi 18 juring terlihat semakin jelas membentuk bangun belah ketupat. Akan lebih jelas lagi jika lingkaran dibagi lebih banyak lagi sebanyak 32, 50, 72, dst. Belahketupat yang akan dijelaskan adalah bentukan 16 juring dari sebuah lingkaran. Keliling lingkaran = × 16 busur juring. Diagonal 1 = 3 busur juring = keliling. Sedangkan tinggi belahketupat tersebut adalah terdiri dari 6 juring = 6 r. Sehingga Jika luas daerah belahketupat adalah :

L = × d1 × d2,

Maka luas bangun pada susunan 16 juring adalah :

L = × keliling × 6r

= × keliling × r

= × 2r × r

= r2,( terbukti )

· Pembuktian Rumus Luas Lingkaran dengan Menurunkan dari Rumus Luas Trapesium

Untuk membuktikan rumus luas lingkaran dengan menurunkan dari rumus luas trapesium, lingkaran dibagi menjadi juring-juring yang dapat disusun satu tingkat, dua tingkat, tiga tingkat, dst. Jika juring-juring akan disusun satu tingkat, maka lingkaran dibagi menjadi juring sebanyak 3, 5, 7, 9, 11, atau (2n + 1). Jika juring-juring akan disusun dua tingkat, maka lingkaran dibagi menjadi juring sebanyak 8, 12, 16, 20, atau 4(n + 1). Jika juring-juring akan disusun tiga tingkat, maka lingkaran dibagi menjadi juring sebanyak 15, 21, 27, 33, atau 3(2n + 3). Kemudian disusun sedemikian rupa sehingga membentuk bangun trapesium sama kaki. Susunan lingkaran yang dipotong menjadi 8 juring dan disusun 2 tingkat dan menjadi 16 juring. Pada susunan lingkaran yang dipotong menjadi 16 juring terlihat semakin jelas membentuk bangun trapesium. Akan lebih jelas lagi jika lingkaran dibagi lebih banyak lagi. Trapesium tersebut adalah bentukan 8 juring dari sebuah lingkaran. Keliling lingkaran = × 16 busur juring. Sisi a = 3 busur juring = keliling. Sisi b = 5 busur juring = keliling. Sisi a + sisi b = keliling = keliling. Sedangkan tinggi trapesium tersebut adalah terdiri dari 2 juring = 2 r. Sehingga Jika luas daerah trapesium adalah :

L = × ( a + b ) × t,

Maka luas bangun pada susunan 16 juring adalah :

L = × (keliling × 2r)

= × keliling × r

= × 2r × r

= r2,( terbukti )

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Filsafat adalah pikiran manusia yang radikal, artinya mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat-pendapat “yang diterima saja” mencoba memperlihatkan padangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan dan sikap praktis.

Sedangkan, adanya matematika itu karena kemampuan proses berpikir manusia tentang pengalaman permasalahan yang ditemui dan dipecahkan, yang kemudian pengalaman pemecahan masalah tersebut menjadi suatu yang terkonstruksi sebagai suatu konsep matematika yang kemudian dapat digunakan sebagai alat pemecahan masalah yang sama atau yang baru.

Dalam komunikasi pemikiran keilmuan, matematika memainkan dua peranan, yakni :

a. Sebagai raja, matamatika merupakan bentuk logika paling tinggi yang pernah diciptakan oleh pemikiran manusia. Logika ini dilukiskan dalam bentuk sistem simbolis dari kegiatan pemikiran serta struktur yang teratur dari teori bilangan dan ruang.

b. Sebagai pelayan, matematika menyediakan bagi ilmu-ilmu yang lainnya, bukan saja sistem logikanya tetapi juga model matematis dari berbagai segi kegiatan keilmuwan. Matematika dari model inilah yang dipergunakan untuk mengkomunikasikan hukum keilmuwan dan hipotesis.

Sebagai raja, matematika adalah bentuk dari cara berpikir deduktif yang memperlakukan obyek pemikiran yang abstrak. Matematika merupakan bentuk komunikasi yang hampir mendekati kesempurnaan dari segenap bentuk komunikasi yang ada.

Rumus lingkaran dapat dibuktikan secara empiris. Contohnya pada rumus lingkaran dapat diturunkan dari:

· Rumus Luas Daerah Segitiga

Jika lingkaran dibagi menjadi 16 juring, maka diperoleh rumus luas lingkaran dari rumus luas segitiga :

L = × alas × tinggi, maka

L = × keliling × 4r

= × keliling × r

= × 2r × r = r2, ( terbukti )

· Rumus Luas Daerah Belahketupat

Jika lingkaran dibagi menjadi juring, maka diperoleh rumus luas lingkaran dari rumus luas belahketupat :

L = × d1 × d2, maka

L = × keliling × 6r

= × keliling × r

= × 2r × r

= r2,( terbukti )

· Rumus Luas Daerah Trapesium

Jika lingkaran dibagi menjadi juring, maka diperoleh rumus luas lingkaran dari rumus luas belahketupat :

L = × ( a + b ) × t, maka :

L = × (keliling × 2r)

= × keliling × r

= × 2r × r

= r2,( terbukti )

  • apabila ingin data ini dapat mengirim komentar pada saya !!!

DAFTAR PUSTAKA

Suparwoto. 2007. Pembuktian Empiris Rumus Luas Lingkaran. [ON LINE] Tersedia : http://p4tkmatematika.com/web/images/

stories/artikel/empiris_suparwoto.pdf (Minggu, 08 Juni 2008)

Iman. 2008. Filsafat. [ON LINE] Tersedia : http://www.parapemikir.com/articles/

755/1/Filsafat/Page1.html (Rabu, 11 Juni 2008)

Rahmanato. ____. Kajian Teori, Kerangka Berpikir dan Hipotesis. [ON LINE] Tersedia : http://www.curriki.org/xwiki/bin/download/Coll_rahmanato/

BABIInew/BABIInew.doc (Rabu, 11 Juni 2008)

Suriasumantri, Jujun S. 1985. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Sinar Harapan

Suriasumantri, Jujun S. 1995. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Gie, The Liang. 1980. Filsafat Matematik. Yogyakarta : Super

Published in: on 21 Februari 2009 at 9:17 am  Comments (2)  

HADITS (As-Sunnah)

1. Pengertian

Secara etimologis hadist bisa berarti:

a) Baru, seperti kalimat: “Allah qadim mustahil hadist”.

b) Dekat, seperti: “Haditsul ahdi bil Islam”.

c) Khabar, seperti: “Falya’tu bi haditsin mitslihi”.

Hadits (bahasa arab:Alhadiitsu) secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam perkataan dimaksud adalah perkataan dari Nabi Muhammad SAW. Namun sering kali kata ini mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah sehingga berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum dibawah Al Qur’an.

Ada yang berpendapat antara sunnah dan hadits tersebut adalah berbeda. Akan tetapi dalam kebiasaan hukum Islam antara hadits dan sunnah tersebut hanyalah berbeda dalam segi penggunaannya saja, tidak dalam isi dan tujuannya

2. Pembentukan dan Sejarahnya

Pada zaman Rasulullah al-Hadits belum pernah dituliskan sebab :

a. Nabi sendiri pernah melarangnya, kecuali bagi sahabat-sahabat tertentu yang diizinkan beliau sebagai catatan pribadi.

b. Rasulullah berada ditengah-tengah ummat Islam sehingga dirasa tidak sangat perlu

untuk dituliskan pada waktu itu.

c. Kemampuan tulis baca di kalangan sahabat sangat terbatas.

d. Ummat Islam sedang dikonsentrasikan kepada Al-Qur’an.

e. Kesibukan-kesibukan ummat Islam yang luar biasa dalam menghadapi perjuangan da’wah yang sangat penting.

Pada zaman-zaman berikutnya pun ternyata al-Hadits belum sempat dibukukan karena sebab-sebab tertentu. Baru pada zaman ‘Umar bin Abdul Azis, khalifah ke-8 dari dinasti Bani Umayyah ( 99-101 H ) timbul inisiatif secara resmi untuk menulis dan membukukan hadits itu. Sebelumnya hadits-hadits itu hanya disampaikan melalui hafalan-hafalan para sahabat yang kebetulan hidup lama setelah Nabi wafat dan pada sa’at generasi tabi’in mencari hadits-hadits itu.

Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku Hadits. Itulah pembentukan Hadits.

2.1 Masa Pembentukan Al Hadist

Masa pembentukan Hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para sahabat saja.

2.2 Masa Penggalian

Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi’in, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis ataupun dibukukan. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar Al Hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.

2.3 Masa Penghimpunan

Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi’in yang mulai menolak menerima Al Hadits baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari’at dan ‘aqidah dengan munculnya Al Hadits palsu. Para sahabat dan tabi’in ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada Al Hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa Al Hadits itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi’in memerintahkan penghimpunan Al Hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan Al Hadits yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan Al Hadits marfu’ dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu’.

2.4 Masa Pendiwanan dan Penyusunan

Abad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan Al Hadits. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami Hadits sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan Hadits dan memisahkan kumpulan Hadits yang termasuk marfu’ (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu’ (berisi prilaku tabi’in). Usaha pembukuan Al Hadits pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud diatas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas Al Hadits yang ada maupun yang dihafal.

Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan Hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan maghligai Al Hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Al Hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab Al Hadits abad 4 H.

3. Struktur Hadits

Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).

Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri” (Hadits riwayat Bukhari)

3.1 Sanad

Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah

Al-Bukhari > Musaddad > Yahyaa > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW

Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :

  • Keutuhan sanadnya
  • Jumlahnya
  • Perawi akhirnya

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

3.2 Matan

Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”

Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah:

  • Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
  • Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

3.3 Rawi ( orang-orang yang membawakan hadits )

Seseorang yang dapat diterima haditsnya ialah yang memenuhi syarat-syarat :

1. ‘Adil, yaitu orang Islam yang baligh dan jujur, tidak pernah berdusta dan membiasakan dosa.

2. Hafizh, yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan kriteria-kriteria seleksi tersebut, maka jumhur ( mayoritas ) ulama berpendirian bahwa kitab ash-Shahih Bukhari dan kitab ash-Shahih Imam Muslim dapat dijamin keshahihannya ditinjau dari segi sanad dan rawi. Sedang dari segi matan kita dapat memberikan seleksinya dengan pedoman-pedoman diatas. Beberapa langkah praktis dalam usaha seleksi hadits, apakah sesuatu hadits itu maqbul atau tidak adalah :

Ø Perhatikan materinya sesuai dengan norma diatas.

Ø Perhatikan kitab pengambilannya ( rowahu = diriwayatkan atau ahrajahu = dikeluarkan ). Apabila matannya baik diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, maka dapat dinilai hadits itu shahih atau paling rendah hasan.Dengan demikian dapat dikatakan shahih apabila ujung hadits itu oleh para ulama diberi kata-kata :

a. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh jama’ah.

b. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh Imam 7.

c. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh Imam 6.

d. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh dua syaikh ( Bukhari dan Muslim ).

e. Disepakati oleh Bukhari dan Muslim ( Muttafaqun ‘ alaihi ).

f.  Diriwayatkan oleh Bukhari saja atau oleh Muslim saja.

g. Diriwayatkan oleh …..dan disyahkan oleh Bukhari atau Muslim.

h. Diriwayatkan oleh …..dengan syarat Bukhari atau Muslim.

Ø Apabila sesuatu hadits sudah baik materinya tetapi tidak termasuk dalam persyaratan pun 2 diatas maka hendaknya diperhatikan komentar-komentar ulama terhadap hadits itu seperti :

Komentar baik : Hadits quwat, hadits shahih,hadits jayyid, hadits baik, hadits pilihan dan sebagainya.

Komentar jelek : Hadits putus, hadits lemah, hadits ada illatnya, mauquf, maqthu, mudallas, munkar, munqathi, muallak, dan lain sebagainya.

Dalam hal ini kita akan menemukan sesuatu hadits yang mendapatkan penilaian berbeda / bertentangan antara seorang ulama dan lainnya. Maka langkah kita adalah dahulukan yang mencela sebelum yang memuji ( ” Al-jarhu Muqaddamun ‘alat ta’dil ” ). Hal ini apabila dinilai oleh sama-sama ahli hadits. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa tidak semua komentar ulama tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Artinya sesuatu hadits yang dikatakan oleh para ulama shahih, kadang-kadang setelah diteliti kembali ternyata tidak demikian. Contohnya dalam hadits kita akan menemukan kata-kata dan dishahihkan oleh Imam Hakim, oleh Ibnu Huzaimah dan lain-lain, tetapi ternyata hadits tersebut tidak shahih ( belum tentu shahih ).

Ø Apabila langkah-langkah diatas tidak mungkin ditempuh atau belum memberikan kepastian tentang keshahihan sesuatu hadits, maka hendaknya digunakan norma-norma umum seleksi, seperti yang diterangkan diatas, yaitu menyelidiki langsung tentang sejarah para rawi dan lain-lain, dan untuk ini telah disusun oleh para ulama terdahulu sejumlah buku-buku yang membahas tentang sejarah dan keadaan para pembawa hadits, seperti yang pernah dilakukan oleh al-Bukhari dalam bukunya ad-Dhu’afa ( kumpulan orang-orang yang lemah haditsnya ).

4. Klasifikasi Hadits

Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan)

4.1 Berdasarkan ujung sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu’ (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu’ :

  • Hadits Marfu’ adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh:hadits sebelumnya)
  • Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu’. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara’id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: “Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah”. Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti “Kami diperintahkan..”, “Kami dilarang untuk…”, “Kami terbiasa… jika sedang bersama rasulullah” maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu’.
  • Hadits Maqtu’ adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi’in (penerus). Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: “Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu”.

Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat maupun tabi’in dimana hal ini sangat membantu dalam area perdebatan dalam fikih ( Suhaib Hasan, Science of Hadits).

4.2 Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati’, Mu’allaq, Mu’dal dan Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur diatasnya.

Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi’in) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW

  • Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.
  • Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi’in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi’in (penutur2) mengatakan “Rasulullah berkata” tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).
  • Hadits Munqati’ . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3
  • Hadits Mu’dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
  • Hadits Mu’allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: “Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan….” tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).

4.3 Berdasarkan jumlah penutur

Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.

  • Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma’nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
  • Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :
    • Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)
    • Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)
    • Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.

4.4 Berdasarkan tingkat keaslian hadits

Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da’if dan maudu’

  • Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. Sanadnya bersambung;
    2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
    3. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits .
  • Hadits Hasan, bila hadits yg tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
  • Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
  • Hadits Maudu’, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.

4.5 Jenis-jenis lain

Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain:

  • Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu Hadits yang hanya dirwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.
  • Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur.
  • Hadits Mu’allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu’allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut Hadits Ma’lul (yang dicacati) dan disebut Hadits Mu’tal (Hadits sakit atau cacat)
  • Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan
  • Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi)
  • Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah
  • Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya
  • Hadits Syadz, Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi orang yang terpercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.
  • Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi Hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya

5. Periwayat Hadits

5.1 periwayat Hadits yang harus diterima oleh Muslim

  1. Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H)
  2. Shahih Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H)
  3. Sunan Abu Daud, disusun oleh Abu Dawud (202-275 H)
  4. Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H)
  5. Sunan an-Nasa’i, disusun oleh an-Nasa’i (215-303 H)
  6. Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209-273).
  7. Imam Ahmad bin Hambal
  8. Imam Malik
  9. Ad-Darimi

5.2 Periwayat Hadits yang diterima oleh Muslim Syi’ah

Muslim Syi’ah hanya mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad saw, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi’ah tidak menggunakan hadits yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut kaum Syi’ah diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, istri Muhammad saw, yang melawan Ali pada Perang Jamal.Ada beberapa sekte dalam Syi’ah, tetapi sebagian besar menggunakan:

  • Ushul al-Kafi
  • Al-Istibshar
  • Al-Tahdzib
  • Man La Yahduruhu al-Faqih

6. As-Sunnah Sebagai Sumber Nilai.

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman kepada al-Qur’an sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa sunnah sebagai sumber Islam juga. Ayat-ayat al-Qur’an cukup banyak untuk dijadikan alasan yang pasti tentang hal ini, seperti:

a) Setiap Mu’min harus percaya kepada Allah dan Rasul-Nya (al-Anfal:20,

Muhammad:33, An-Nisa’:59, Ali-‘Imran:32, al-Mujadalah:13, an-Nur:54,al-

Ma’idah:92).

b) Kepatuhan kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah (an-Nisa’:80,

Al-‘Imran:31).

c) Orang-orang yang menyalahi sunnah akan mendapatkan siksa (al-Anfal:13,

al-Mujadalah:5, an-Nisa’:115).

d) Berhukum terhadap sunnah adalah tanda orang yang beriman (an-Nisa’:65).

Kemudian perhatikan ayat-ayat: an-Nur:52, al-Hasyr:4, al-Mujadalah:20, an-Nisa’:64 dan 69, al-Ahzab:36 dan 71, al-Hujurat:1, al-Hasyr:7, dan sebagainya. Apabila sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam hal: cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji, dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, dan yang menjelaskan secara terperinci justru sunnah Rasulullah.

Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak, muhtamal, dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan sunnah untuk menjelaskannnya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada pertimbangan rasio sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subjektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

7. Kitab-kitab Hadits

7.1 Abad ke 2 H

Beberapa kitab yang terkenal :

  1. Al Muwaththa oleh Malik bin Anas
  2. Al Musnad oleh As Syafi’i (tahun 150 – 204 H / 767 – 820 M)
  3. Mukhtaliful Hadist oleh As Syafi’i
  4. Al Jami’ oleh Abdurrazzaq Ash Shan’ani
  5. Mushannaf Syu’bah oleh Syu’bah bin Hajjaj (tahun 82 – 160 H / 701 – 776 M)
  6. Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 – 190 H / 725 – 814 M)
  7. Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Sa’ad (tahun 94 – 175 / 713 – 792 M)
  8. As Sunan Al Auza’i oleh Al Auza’i (tahun 88 – 157 / 707 – 773 M)
  9. As Sunan Al Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)

Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para ‘lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa’, Al Musnad dan Mukhtaliful Hadist. Sedangkan selebihnya kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan zaman.

7.2 Abad ke 3 H

  • Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab Shahih, Kitab Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya :
  1. Al Jami’ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)
  2. Al Jami’ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M)
  3. As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)
  4. As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M)
  5. As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)
  6. As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)
  7. As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)
  8. Imam Malik imam Ahmad

7.3 Abad ke 4 H

  1. Al Mu’jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
  2. Al Mu’jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
  3. Al Mu’jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
  4. Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M)
  5. Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)
  6. At Taqasim wal Anwa’ oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)
  7. As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)
  8. Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)
  9. As Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
  10. Al Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933 M)
  11. Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)

7.4 Abad ke 5 H dan selanjutnya

  • Hasil penghimpunan

· Bersumber dari kutubus sittah saja

1. Jami’ul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)

2. Tashiful Wushul oleh Al Fairuz Zabadi (? – ? H / ? – 1084 M)

· Bersumber dari kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami’ul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M)

· Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami’ush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505 M)

  • Hasil pembidangan (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang)

· Kitab Al Hadits Hukum, diantaranya :

1. Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)

2. As Sunannul Kubra oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)

3. Al Imam oleh Ibnul Daqiqil ‘Id (625-702 H / 1228-1302 M)

4. Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al Hirani (? – 652 H / ? – 1254 M)

5. Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)

6. ‘Umdatul Ahkam oleh ‘Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)

7. Al Muharrar oleh Ibnu Qadamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M).

· Kitab Al Hadits Akhlaq

1. At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)

2. Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)

  • Syarah (semacam tafsir untuk Al Hadist)

1. Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)

2. Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)

3. Untuk Shahih Muslim terdapat Al Mu’allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M)

4. Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh As Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M)

5. Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash Shan’ani (wafat 1099 H / 1687 M)

  • Mukhtashar (ringkasan)

1. Untuk Shahih Bukhari diantaranya Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H / 1152-1233 M)

2. Untuk Shahih Muslim diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)

  • Lain-lain

1. Kitab Al Kalimuth Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadits-hadits tentang doa.

2. Kitab Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi Al Hadits yang dipandang shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.

8. Beberapa istilah dalam ilmu hadits

Berdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadits antara lain:

  • Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal dengan Hadits Bukhari dan Muslim
  • As Sab’ah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa’i dan Imam Ibnu Majah
  • As Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut diatas selain Ahmad bin Hambal
  • Al Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka yang tersebut diatas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim
  • Al Arba’ah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim
  • Ats Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.

9. Perbedaan Antara al-Qur’an dan Al-Hadits Sebagai Sumber Hukum.

Sekalipun al-Qur’an dan as-Sunnah/al-Hadits sebagai sumber hukum Islam namun di antara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain:

a) Al-Qur’an nilai kebenarannya adalah qath’i (absolut), sedangkan al-Hadits

adalah zhanni (kecuali hadits mutawatir).
b) Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup, tetapi tidak

semua hadits kita jadikan sebagai pedoman hidup. Sebab di samping ada

sunnah yang tasyri’ ada juga sunnah yang ghairu tasyri’. Di samping ada hadits

yang shahih (kuat) ada pula hadits yang dha’if (lemah),dan seterusnya.
c) Al-Qur’an sudah pasti otentik lafazh dan maknanya, sedangkan hadits tidak.
d) Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal

yang ghaib maka setiap Muslim wajib mengimaninya, tetapi tidak demikian apabila masalah-masalah tersebut diungkapkan oleh hadits (ada yang wajib diimani dan ada yang tidak).

Published in: on 21 Februari 2009 at 8:25 am  Comments (1)  

OTONOMI DAERAH ( PEMEKARAN DAERAH )

I. `PENDAHULUAN

Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah otonomi daerah yang berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini, otonomi daerah dipahami sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Otonomi daerah menyangkut tentang pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah.

Otonomi daerah dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semkain baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antara daerah dan daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tetapi pada pelaksanaannya kebijaksanaan otonomi daerah memiliki beberapa kendala, antara lain :

a. Belum memadainya regulasi atau peraturan pelaksanaan kebijaksanaan Otonomi Daerah.

b. Terdapatnya inkonsistensi Pemerintah Pusat dalam melaksanakan kebijaksanaan Otonomi Daerah

c. Belum terdapatnya persamaan persepsi dalam menafsirkan kebijaksanaan Otonomi Daerah dari berbagai kalangan.

d. Terbatasnya kemampuan SDM dalam melaksanakan kebijaksanaan Otonomi Daerah.

Tetapi, tetap saja otonomi daerah masih terus diberikan. Seringkali pemberian otonomi daerah tidak memperhatikan kemampuan daerah itu. Seperti yang banyak terjadi dengan daerah – daerah otonom yang ada saat ini. Salah satunya adalah banyaknya masalah yang timbul akibat pemekaran daerah kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia. Terbukti setelah Departemen Dalam Negeri (Depdagri) melakukan evaluasi terhadap 148 daerah otonomi atau hasil pemekaran dari 98 yang telah dievaluasi oleh pemerintah dan ternyata 76 diantaranya bermasalah. Salah satu penyebab adalah belum tercapainya angka potensi kemampuan ekonomi. Selain itu, ada 87,71 persen daerah induk belum menyelesaikan P3D (Pembiayaan, Personil, Peralatan, dan Dokumen). Kemudian, 79 persen daerah otonomi baru belum memiliki batas wilayah yang jelas. Selanjutnya, 89,48 persen daerah induk belum memberikan dukungan dana kepada daerah otonomi baru. Kemudian, 84,2 persen pegawai negeri sipil (PNS) sulit dipindahkan dari daerah induk ke daerah pemekaran. Dan juga terdapat beberapa daerah yang melanggar undang-undang pembentukan daerahnya, yakni Kabupaten Morowali, Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah serta Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Daerah-daerah itu masih belum menempati ibu kota daerah yang telah ditentukan undang-undang.

II. PEMEKARAN DAERAH

Banyak daerah yang dimekarkan tidak betul-betul didasarkan pada studi kelayakan. Padahal, suatu daerah yang akan dimekarkan harus dilihat juga potensi ekonomi, sosial, sumber daya manusia, dan politik. Pemekaran sering dikaitkan dengan kepentingan politis para petinggi di daerah, tanpa berorientasi pada kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah pusat juga harus jeli melihat tuntutan pemekaran itu murni atau politisasi kelompok tertentu.

II. A PEMEKARAN DAERAH YAHUKIMO

Yahukimo adalah salah satu pemekaran Kabupaten Jayawijaya yang namanya mengambil dari empat nama suku yang bermukim di sana, yaitu Yali, Hubla, Kimyal, dan Momuna. Ia ditetapkan menurut Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2002 dan diresmikan setahun kemudian pada 12 April. Meski sudah berumur setahun, daerah ini masih bergelayut pada induknya dan belum bisa berdiri sendiri di tanah kelahirannya.

Yahukimo beriklim tropis basah dengan topografi bervariasi, dari berbukit-bukit hingga pegunungan dan dataran rendah di ketinggian 100-3.500 meter di atas permukaan laut.

Sekitar 60 persen wilayahnya merupakan pegunungan dan sisanya lembah atau dataran. Selain itu 90 persen tanahnya merupakan hutan! Dengan kepadatan penduduk enam orang per kilometer persegi, tak berlebihan kalau Yahukimo belum banyak “tersentuh” segala urusan yang berkaitan dengan hiruk-pikuknya sebuah kabupaten. Sumohai, ibu kota resmi menurut UU No 26/2002, rupanya masih berselimutkan hutan belukar! Saking rapatnya pepohonan di sana sampai- sampai terkesan sulit melihat langit. Memang bukan cuma faktor alam dan hutan yang jadi masalah. Penetapan tiga distrik, termasuk 90 desa dan satu kelurahan, sarana dan prasarana yang serba terbatas, banyaknya penduduk yang masih tinggal di lereng dan daerah terpencil, plus ketergantungan pada angkutan udara membuat pemerintah kabupaten (pemkab) sulit memberi pelayanan kepada masyarakat. Supaya bisa lebih “menjangkau” masyarakat, sejak tahun 2003 pemkab memekarkan lagi empat distrik dan membentuk 27 pos perwakilan.

Menghadapi kondisi itu, kegiatan pembangunan harus dimulai dari titik nol. Artinya memulai segala sesuatu benar-benar dari nol! Dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2004 Rp 110 miliar, salah satu kegiatan untuk Sumohai di tahun ini adalah menyusun rencana umum tata ruang kota (RUTRK), membangun lapangan terbang, jalan lingkungan sepanjang enam kilometer, dan pembersihan lokasi untuk kantor dan perumahan pemkab. Untuk pekerjaan besar ini, diperlukan helikopter dari Ukraina guna mengangkut alat-alat berat ke “kota” itu. Rencananya akhir bulan ini helikopter itu akan datang.

Dengan pusat pemerintahan sementara di Wamena, ibu kota kini berada di pos perwakilan Dekai. Dari pos ini juga direncanakan pembuatan ruas jalan Dekai-Muruku-Logpon (tempat penampungan kayu) sepanjang 20 kilometer. Sementara di Muruku terdapat Sungai Brasa yang dapat dimanfaatkan sebagai akses transportasi hingga ke Logpon dan Merauke. Yang jelas, sampai sekarang, sarana perhubungan ke Yahukimo masih mengandalkan pesawat udara yang biayanya cukup mahal.

Di balik alam hutan yang “tak tersentuh” itu, ekonomi Yahukimo ditopang oleh pertanian, terutama tanaman pangan (54,65 persen). Penduduk usia 15 tahun ke atas hampir 90 persen terserap dalam kegiatan cocok tanam bahan pangan. Walaupun potensi lahan tanaman pangan dan hortikultura 9,2 persen dari total luas lahan, mulai pertengahan 2003 hingga tahun 2004 sekitar 1.736 hektar digarap untuk padi ladang, umbi-umbian, sayur, buah, dan kacang-kacangan.

Padi ladang ditanam pada lahan 1,5 hektar, tanpa pupuk, dan menghasilkan panen 156 karung gabah kering giling (GKG). Satu karung berisi sekitar 10 kilogram. Panen ini berlangsung pada Januari-Februari lalu di Pos Perwakilan Distrik Suru-Suru. Jenis yang ditanam adalah IR 36 dan merupakan usaha swadaya masyarakat. Kecuali Suru-Suru, padi belum menyebar ke daerah-daerah lain. Berdasarkan survei dinas pertanian, daerah di selatan Yahukimo, seperti Pos Perwakilan Obio, Dekai, Sumo dan Seradala, bisa dikembangkan untuk padi itu.

Lahan padi ladang dan sawah yang potensial sampai sekarang tercatat 102.681 hektar. Sayangnya, bibit padi hingga kini harus dibeli di Suru-Suru yang berbatasan dengan wilayah Merauke. Selain itu, karena jumlah petani padi tidak banyak, tidak mungkin semua kegiatan ditujukan untuk bersawah. Di sisi lain, pengembangan lahan untuk ubi-ubian (hipere), keladi dan singkong, serta tanaman sagu 81.759 hektar menyebar di dataran rendah maupun tinggi.

Hutan Yahukimo menghasilkan komoditas seperti kelapa hutan, buah merah (Pandanus Sp), pohon kasuari, kulit kayu lawang, gaharu, dan rotan. Buah merah adalah buah pandan bernilai gizi tinggi yang berkhasiat seperti akar ginseng. Adapun kelapa hutan kebanyakan tumbuh di hutan-hutan dataran tinggi, tetapi belum banyak dibudidayakan masyarakat. Kelapa hutan dan buah merah banyak terdapat di Kurima, Anggruk, Ninia, Soba, Samenage, Musaik, Kosarek, Silimo, Suru-Suru, Obio, Dekai, dan Panggema. Dua tanaman ini diharapkan bisa menjadi komoditas pada kawasan hutan cadangan pangan dan hutan kemasyarakatan. Daerah-daerah ini juga cukup subur untuk tanaman kopi, kelapa sawit, kelapa dalam, kakao, dan panili.

Di tengah kesibukan menyiapkan infrastruktur dan mengembangkan potensi pertanian, Yahukimo masih menyimpan masalah lain yang tak kalah peliknya. Kualitas hidup masyarakat masih memprihatinkan, misalnya banyak yang berperut buncit, konsumsi protein rendah, ditambah masih banyak kasus malaria. Sementara itu, fasilitas pendidikan pun banyak yang masih jauh dari kondisi layak. Ditambah dengan persebaran penduduk yang mencapai 16 suku! Hal ini menjadi problem tersendiri karena menyangkut pola permukiman, gaya hidup, bahasa dan dialek serta pertimbangan-pertimbangan adat yang membutuhkan perlakuan berbeda-beda. Semua ini masih ditambah dengan kondisi daerah yang rawan gempa. Yang terakhir ini bukan sesuatu yang baru karena kerap terjadi sejak tahun 1970-an.

II. B PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

Eks Wilayah Pembantu Bupati Wilayah II yang mekar melalui Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2003 ini memang belum lama umurnya. Gerak pemerintahannya saja baru sah berjalan pada 17 Januari 2004. Kalaupun tak lepas dari induknya, ia sudah punya nilai lebih, yaitu letak daerahnya yang strategis.

Wilayah dengan 194 desa ini berada di jalur trans Sumatera yang ramai dilalui bus dan truk antarkota maupun provinsi. Juga, persimpangan antara Kabupaten OKU Selatan, OKU, serta Lampung, dengan Martapura sebagai pusat ekonomi barang dan jasa. Keramaian ini masih ditambah lagi dengan jalur lalu lintas kereta api angkutan batu bara dari Tambang Bukit Asam (Kabupaten Muara Enim) ke Lampung (Tarahan), plus kereta api penumpang rute Palembang-Lampung.

Kabupaten ini memang pantas bergelar raja beras. Dengan empat jenis lahan sawah, irigasi, tadah hujan, pasang surut, dan rawa lebak, musim tanam dan panen bisa berlangsung sepanjang tahun. Dalam waktu dua tahun saja musim tanam padi sawah bisa lima kali. Pada tahun 2001 produksinya mencapai 326.507 ton dan sampai tahun lalu melonjak 55 persen (588 ton). Untuk tahun 2004, sasarannya diperkirakan 727 ton.

Semua kecamatan merupakan penghasil padi, dengan sentra terbesar di Kecamatan Buay Madang, Semendawai Suku III, dan Belitang. Itu sebabnya kabupaten ini sering disebut sebagai lumbung beras utama Sumatera Selatan (Sumsel) bersama Kabupaten Banyuasin. Provinsi ini tercatat sebagai salah satu pemasok beras untuk cadangan pangan nasional.

Ketika masih bergabung dengan OKU, dengan penduduk sekitar satu juta jiwa, kabupaten ini memang sudah unggul dalam hal tanaman padi. Sejak pemekaran-termasuk dengan OKU Selatan-surplus pun makin tinggi. Dengan penduduk sekitar 500.000 jiwa, surplus mencapai 250.000 ton.

Pasar untuk beras daerah ini cukup banyak. Selain di tingkat kecamatan, kabupaten tetangga, dan Kota Palembang, bahan pangan ini banyak diminati pedagang dari Bengkulu, Lampung, dan Jawa Barat. Pilihan varietas juga banyak, mulai dari IR 64, 42, ciliwung, cisadane, hibrida, hingga pandan wangi. Soal harga, untuk kondisi masa panen gadu (April-September) bervariasi mulai dari Rp 1.200 sampai Rp 2.300 per kilogram.

Selain tanah subur dan topografi yang ideal untuk persawahan, keunggulan itu juga disokong oleh 731 penggilingan serta pengairan yang bersumber dari Bendung Gerak Perjaya di Kecamatan Martapura. Bendung ini merupakan bagian dari Proyek Irigasi Komering yang memanfaatkan sumber air dari Danau Ranau (Kabupaten OKU Selatan) yang mencakup Provinsi Sumsel seluas 75.000 hektar dan Lampung 50.000 hektar.

Meski proyek ini baru mencapai tahap kedua-dari tiga tahap hingga tahun 2016-OKU Timur mendapat “jatah” 80 persen dari total Sumsel. Selebihnya untuk Ogan Komering Ilir (OKI) 15.600 hektar.

Terhadap beras yang melimpah deras, masyarakat pun terbiasa menyimpan di lumbung, baik sebagai rumah tangga, desa, maupun kelompok warga. Pola ini membuat masyarakat tak pernah kekurangan beras kendati di masa paceklik. Kalaupun kemarau panjang, petani masih bisa menanam padi sonor yang bisa mencapai panen 1 ton-1,5 ton. Jenis ini cukup disebar pada lahan, dengan pengairan satu kali dan tanpa pupuk.

Jagung, kacang tanah, ubi kayu, dan kedelai juga tumbuh subur. Keempat bahan pangan ini banyak dihasilkan di Buay Madang, Madang Suku I dan II, Martapura. Juga, sumber daya ikan yang bisa dikembangkan pada kolam air tenang, mina padi dan kolam air deras, serta perairan umum.

Tak kalah pentingnya adalah jeruk, durian, dan duku. Yang terakhir merupakan komoditas spesial, yaitu duku rasuan yang banyak dihasilkan Kecamatan Cempaka, Belitang, dan Madang Suku I. Kabupaten ini memang menjadi sentra rasuan yang sudah ditetapkan sebagai varietas unggul nasional.

Tahun 2003, dari luas panen 1.212 hektar, produksi buah berkulit kuning ini mencapai 9.001 ton, dengan pasar terbesar Jakarta dan Bandung. Soal harga, bervariasi. Ketika panen raya sekitar Rp 2.500 per kg, tapi menjelang ujung panen Rp 5.000 atau Rp 6.000 per kg. Biasanya para petani menjual ukuran kotak (15-20 kg) dengan harga Rp 35.000 sampai Rp 60.000 per kotak. Saking terkenalnya duku rasuan, orang sering mengklaim itu sebagai duku palembang, padahal sama sekali berbeda. Tidak jarang para pedagang mencampur keduanya dan dijual sebagai duku palembang.

Selain pertanian, tanah OKU Timur mengandung batu bara dan beberapa bahan lain yang dikategorikan berprospek seperti minyak, marmer, emas, obsidian, sungkai, andesit, pasir bangunan, sirtu, batu kali, dan tanah liat. Batu bara cukup menjanjikan. Dengan cadangan sekitar 195 juta ton, bahan tambang ini berada di Buay Madang (Desa Muncak Kabau, Kurungan Nyawa, Teko Rejo, dan Pakuan Jaya), Madang Suku II (Desa Batu Marta), dan Martapura (Desa Mendah dan Bunga Mayang).

Kemampuan kabupaten ini sebagai lumbung beras dan hasil lainnya memang bukan sesuatu yang baru. Saat masih menyatu dengan OKU, pembangunan wilayah ini sudah dirancang berlandaskan pertanian. Sekarang, dengan status otonom, konsep itu diteruskan sebagai pengembangan usaha agrobisnis tanaman pangan, perikanan, dan peternakan dari berbagai tingkatan sekaligus mengusahakan kerja sama kemitraan. Konsep ini boleh dibilang sudah didukung sejumlah fasilitas umum, seperti pasar, jalan-jalan antardesa dan kecamatan yang relatif mulus, serta terminal.

Seperti yang banyak dialami daerah pemekaran lain, semua itu berjalan bersama sejumlah kendala. Di tingkat pemerintahan misalnya. Dalam hal anggaran, dana alokasi umum (DAU) dan APBD masih bergantung pada Baturaja alias kabupaten induk. Sumber dana bagi pemda dan dinas, baik untuk kegiatan harian, tunjangan jabatan, maupun penambahan staf, masih amat sangat terbatas. Masalah ini berjalan dalam keadaan sarana bangunan pemerintah daerah dan dinas yang masih sementara dan terpencar-pencar.

Kondisi yang masih memprihatinkan juga terlihat pada telepon yang masih terbatas jumlahnya, listrik yang masih byar pet-terutama jika hujan-dan fasilitas kesehatan (kabupaten) yang masih sebatas puskesmas. Semua kendala ini setidaknya mencerminkan bahwa OKU Timur belum bisa menjadi “raja” sepenuhnya atau dengan kata lain belum bisa berdiri sendiri.

Dari kedua contoh diatas dapat kita simpulkan bahwa pemekaran daerah yang dilakukan sekarang ini tidak sesuai dengan tujuan otonomi daerah yaitu untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemekaran daerah yang dilakukan justru menimbulkan banyak permasalahan yang membebani rakyat.Contohnya saja di Yahukimo terjadi permasalahan kelaparan, dan di kabupaten OKU masih kekurangan listrik, sarana kesehatan, dsb. Hal ini disebabkan karena terlalu longgarnya persyaratan untuk menjadi daerah otonom. Oleh sebab itu, Depdagri bermaksud untuk memperketat persyaratan untuk menjadi daerah otonom. Hal itu akan dilakukan dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan, Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan daerah. Menurut Depdagri pemekaran harus betul-betul ditelateni (diperhatikan dengan sungguh – sungguh). Jadi, pemekaran bukan hanya untuk kepentingan birokrasi semata tetapi untuk pendekatan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan yang jeli dari Pemerintah Pusat. Dalam proses pemekaran ke depan yang harus diperhatikan adalah aspek pelayanan untuk publik dan kesejahteraan masyarakat.

Published in: on 21 Februari 2009 at 8:08 am  Tinggalkan sebuah Komentar  

PSIKOLOGI

PENGERTIAN PSIKOLOGI

Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata-kata Yunani: Psyche yang berarti jiwa dan Logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa.

Tetapi arti “ilmu jiwa” masih kabur sekali.Apa yang dimaksud dengan “jiwa”, tidak ada seorang pun yang tahu dengan sesungguhnya. Karena kekaburan arti itu, sering timbul berbagai pendapat mengenai definisi psikologi yang saling berbeda. Banyak sarjana memberi definisinya sendiri yang disesuaikan dengan arah minat dan aliran masing-masing.

Perbedaan pandangan bukanlah merupakan hal yang baru dalam lapangan ilmu lebih-lebih dalam lapangan ilmu social. Masing-masing ahli mempunyai sudut pandang sendiri-sendiri mana yang dianggap penting, sehingga akan berbeda dalam meletakkan titik beratnya. Perbedaan pandangan ini mungkin karena perbedaan bidang studi ataupun metode yang digunakan dalam pendekatan masalah.

Maka apa yang dimaksud dengan psikologi itu? Untuk memberikan jawaban ini, dikemukakanlah beberapa pendapat dari para ahli yang menunjukkan adanya pandangan yang berbeda. Beberapa pendapat tentang pengertian psikologi dikemukakan di bawah ini:

  1. Wundt

Psikologi itu merupakan ilmu yang mempelajari tentang kesadaran manusia (the science of human consciousness).

  1. George Berkeley (filsuf Inggris)

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penginderaan (persepsi)

  1. Woodworth dan Marquis

Psikologi adalah ilmu tentang aktivitas-aktivitas individu.Dari apa yang dikemukakan oleh Woodworth dan Marquis tersebut jelas memberikan gambaran bahwa psikologi itu mempelajari aktivitas-aktivitas individu, pengertian aktivitas dalam arti yang luas, baik aktivitas motorik, kognitif maupun emosional. Kalau Wundt digunakan pengertian kesadaran, maka pada Woodworth dan Marquis digunakan aktivitas-aktivitas, hal tersebut menggambarkan tentang refleksi dari kehidupan kejiwaan.

  1. Branca

Psikologi merupakan ilmu tentang tingkah laku dan dalam hal ini adalah menyangkut tingkah laku manusia.

  1. Garden Murphy

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.

  1. Plato

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat dan hidup jiwa manusia.

Daftar Pustaka

  1. Walgito,Bimo.1992.Pengantar Psikologi Umum.Andi:Yogyakarta
  2. Sarwono,Sarlito Wirawan.1989.Pengantar Umum Psikologi.Bulan Bintang:Jakarta

Published in: on 21 Februari 2009 at 8:03 am  Tinggalkan sebuah Komentar  

Program Remedial

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Dalam proses pembelajaran di sekolah, aktivitas belajar tidak selamanya dapat berjalan dengan lancar. Masalah kesulitan belajar ini sudah merupakan masalah umum yang terjadi dalam proses pembelajaran.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar seorang siswa di sekolah dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Oleh karena itu, seorang guru harus dapat mengidentifikasi setepat mungkin faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kesulitan belajar pada diri siswa tersebut.

Kesulitan belajar yang dialami siswa di sekolah bias bermacam-macam, baik dalam hal menerima pelajaran, menyerap pelajaran, atau kedua-duanya. Setiap siswa pada prinsipnya mempunyai hak untuk mencapai prestasi belajar yang memuaskan. Namun, dalam kenyataannya, jelas bahwa siswa-siswa tersebut memiliki perbedaan, baik dalam kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan, maupun pendekatan belajar yang tepat untuknya. Karena itulah saya, memilih judul “Pendidikan dan Pengajaran Remedial” untuk makalah ini. Sehingga, diharapkan permasalahan ini mendapatkan solusi atau perbaikan yang tepat bagi dunia pendidikan.

B. Tujuan

  1. Agar siswa dapat atau mengubah cara belajar kearah yang lebih baik.
  2. Agar siswa dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya hasil yang lebih baik.
  3. Agar siswa dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya.
  4. Memahami lebih jauh tentang “Pendidikan dan Pengajaran Remedial”.

Bab II

Program Remedial

Dalam Proses Belajar Mengajar

A. Pengertian Pengajaran Remedial (Perbaikan)

Dilihat dari arti katanya, istilah remedial berasal dari kata remedy (bahasa Inggris) yang berarti obat, memperbaiki, atau menolong. Karena itu , remedial berarti hal-hal yang berhubungan dengan perbaikan. Pengajaran remedial merupakan suatu bentuk pengajaran yang bersifat mengobati, menyembuhkan, atau membetulkan pengajaran dan membuatnya menjadi lebih baik dalam rangka mencapai tujuan pengajaran yang maksimal.

Remedial merupakan suatu sistem belajar yang dilakukan berdasarkan diagnosa yang komprehensif (menyeluruh), yang dimaksudkan untuk menemukan kekurangan-kekurangan yang dialami siswa dalam belajar. Kegiatan remedial (perbaikan) dalam proses pembelajaran merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian bantuan yang berupa kegiatan perbaikan yang telah diprogram dan disusun secara sistematis.

Tantangan, krisis dan kesenjangan belajar berpengaruh terhadap pertumbuhan jumlah siswa yang mengalami kesulitan belajar di sekolah, terutama bagi siswa lamban belajar dan berprestasi rendah.Dalam proses pembelajaran, akan selalu ada siswa-siswa yang memerlukan bantuan, baik dalam hal mencerna materi pelajaran maupun dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang dialaminya. Sering ditemui seorang atau sekelompok siswa yang tidak mencapai prestasi belajar yang diinginkan. Hasil belajar seorang siswa kadang-kadang berada di bawah rata-rata bila dibandingkan dengan hasil belajar teman-teman sekelasnya. Siswa-siswa seperti inilah yang perlu memperoleh pengajaran remedial.

Dalam proses pembelajaran, seorang guru sudah barang tentu bertanggung jawab untuk membantu dan membimbing siswa untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. Seorang guru sangat diharapkan untuk dapat menciptakan situasi pembelajaran yang efektif, efisien, dan relevan. Agar hal ini dapat tercapai, maka seorang guru harus memiliki kompetensi yang beraneka ragam.

Salah satu kompetensi guru yang dimaksud adalah bahwa seorang guru harus mempunyai kemampuan untuk melakukan diagnosis kesulitan belajar siswa. Artinya, ia bukan saja harus dapat menganalisis bahan pelajaran yang disampaikannya, tetapi juga berbagai kesulitan yang mungkin dialami oleh siswa dalam menerima pelajaran tersebut.

Dapat dikatakan bahwa pengajaran remedial ini merupakan bagian yang integral dari suatu proses pembelajaran yang menghendaki ketuntasan dalam pencapain TPK (tujuan pembelajaran khusus). Sebenarnya, apabila ada persiapan yang matang, artinya seorang guru memikirkan terlebih dahulu akibat dari metode, materi, dan alat yang akan digunakan, akan mempermudah siswa maupun guru dalam proses pembelajaran, sehingga kegiatan pembelajaran akan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan kata lain, program remedial ini akan berhasil dengan baik apabila didahului oleh adanya suatu upaya guru untuk dapat mengidentifikasikan kesulitan belajar siswa dengan baik.

Semua faktor yang mempengaruhi hasil belajar hendaknya ditelusuri untuk mengetahui faktor mana yang berperan pada hasil belajar siswa. Faktor yang paling utama adalah guru dan siswa sendiri.

Dilihat dari faktor guru, keberhasilan belajar siswa paling tidak dipengaruhi oleh:

  1. Kesiapan guru dalam mengajar.
  2. Penguasaan guru terhadap materi pelajaran.
  3. Kemampuan bawaan guru.
  4. Kemampuan guru dalam berkomunikasi.

Dalam hal ini, seorang guru membutuhkan informasi dari hasil tes diagnostik tersebut untuk mengontrol dan memperbaiki cara mengajar yang dipergunakannya. Bila ada siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari suatu pokok bahasan, maka guru dapat melakukan tes diagnostik belajar dan menganalisis hasilnya, sehingga ia dapat mengusahakan adanya perbaikan atau penyesuaian cara mengajar yang dipergunakannya dengan materi yang diajarkan.

Sementara, dilihat dari faktor siswa, keberhasilan belajar siswa dapat dipengaruhi oleh:

1. Kesiapan belajar siswa.

2. Kebiasaan belajar siswa.

3. Sikap belajar siswa.

4. Ada atau tidaknya kesulitan belajar yang dialami oleh siswa pada umumnya.

5. Ada atau tidaknya kesulitan siswa dalam mempelajari suatu mata pelajaran tertentu.

Dalam hal ini, siswa harus mampu mengetahui hal-hal apa yang belum dikuasainya dalam belajar, sehingga ia dapat mencari jalan pemecahan masalah kesulitan belajar yang dialaminya. Kesulitan belajar yang timbul ini harus segera diketahui sedini mungkin agar dapat segera ditangani. Untuk itulah, perlu dilakukan tes diagnostic belajar. Dengan tes diagnostic belajar, diupayakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa serta menemukan kesalahan konsep dan proses yang terjadi.

Informasi dari tes diagnostik belajar sangat diperlukan oleh seorang guru sebagai dan bahan pertimbangan untuk memperbaiki cara mengajarkannya, karena tidak setiap metode mengajar berlaku secara tepat dan efektif untuk semua materi bidang studi. Jelaslah bahwa tes diagnostik ini sangat bermanfaat bagi guru dalam menelusuri tingkat keberhasilan mengjarnya, juga untuk mendapatkan informasi tentang kelemahan dalam penyampaian pengajarannya, agar dapat diupayakan program perbaikannya.

Di sisi lain, informasi tentang kelemahan dan kesulitan belajar siswa juga diperlukan agar siswa dapat mengetahui bagian mana yang masih belum dikuasainya, dan mencari faktor penyebabnya. Dengan demikian, siswa dapat mengupayakan alat bantu atau cara untuk memperbaiki kelemahannya atau mencari jalan pemecahan kesulitan belajar yang dialaminya.

Berdasarkan informasi yang diterima dari pelaksanaan tes formatif, maka akan diketahui jenis kesulitan khusus yang dialami siswa, sekalipun telah diupayakan dan diberikan umpan balik (feed back).

B. Macam-macam Perbaikan

Macam-macam kegiatan perbaikan bergantung pada dimensi/unsur-unsur yang terdapat pada kegiatan perbaikan itu sendiri, yaitu:

  1. Sifat kegiatan perbaikan itu sendiri.
  2. Jumlah siswa yang memerlukan perbaikan.
  3. Tempat perbaikan diberikan.
  4. Waktu, kapan dan berapa lama perbaikan diberikan.
  5. Orang yang memberikan perbaikan.
  6. Metode yang dipakai dalam perbaikan.
  7. Sarana/fasilitas/alat-alat yang dipakai dalam perbaikan.
  8. Tingkat kesulitan belajar siswa.

Berdasarkan kedelapan unsur kegiatan perbaikan tersebut di atas, dapat dipilih macam-macam kegiatan perbaikan, antara lain:

1. Mengajarkan kembali (re-teaching) bahan yang sama, tetapi dengan cara yang berbeda.

2. Bimbingan individual/kelompok kecil.

3. Memberikan pekerjaan rumah.

4. Menyuruh siswa mempelajari sendiri dari sumber-sumber yang ditunjuk oleh guru.

5. Menggunakan alat-alat audio-visual yang lebih banyak.

6. Bimbingan oleh:

· Wali kelas

· Guru BP

· Tutor sebaya

· Tutor serumah

· Guru bidang studi dan sebagainya.

C. Tujuan dan Fungsi Pengajaran Remedial (Perbaikan)

Pengajaran remedial ini pada hakikatnya merupakan suatu upaya “bantuan” untuk memperbaiki prestasi belajar siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, baik, berupa perlakuan pengajaran maupun bimbingan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh siswa yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor internal maupun eksternal. Siswa yang mengalami kesulitan belajar diupayakan dapat mencapai prestasi belajar yang baik melalui kegiatan remedial ini.

Secara singkat, dapat dikatakan bahwa pengajaran remedial ini berguna untuk memperbaiki prestasi belajar siswa. Dengan mengikuti program pengajaran remedial ini, siswa dapat lebih memahami dirinya, terutama mengenai prestasi belajarnya, sehingga ia dapat mengubah atau memperbaiki cara belajar, atau mengatasi hambatan-hambatan lainnya yang menjadi penyebab kesulitan belajarnya.

Secara umum, tujuan pengajaran perbaikan (remedial teaching) tidak berbeda dengan pengajaran biasa, yaitu dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Secara khusus, pengajaran perbaikan ini bertujuan untuk memberikan bantuan yang berupa perlakuan pengajaran kepada para siswa yang lambat, mengalami kesulitan, ataupun gagal dalam belajar, sehingga mereka dapat secara tuntas dalam menguasai bahan atau materi pelajaran yang diberikan, dan dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan melalui proses perbaiakan.

Secara lebih rinci, tujuan pengajaran perbaikan adalah:

1. Agar siswa dapat memahami dirinya, khususnya prestasi belajarnya, dapat mengenal kelemahannya dalam mempelajari suatu bidang studi dan juga kekuatannya.

2. Agar siswa dapat memperbaiki atau mengubah cara belajar ke arah yang lebih baik.

3. Agar siswa dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat.

4. Agar siswa dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya hasil yang lebih baik.

5. Agar siswa dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya, setelah ia mampu mengatasi hambatan-hambatan yang menjadi penyebab kesulitan belajarnya, dan dapat mengembangkan sikap serta kebiasaan yang baru dalam belajar.

Sedangkan dalam keseluruhan proses pembelajaran, pengajaran perbaikan (remedial) berfungsi sebagai:

1. Fungsi Korektif

Fungsi korektif ini berarti bahwa melalui pengajaran remedial dapat dilakukan pembetulan atau perbaikan terhadap hal-hal yang dipandang belum memenuhi apa yang diharapkan dalam keseluruhan proses pembelajaran.

2. Fungsi Pemahaman

Fungsi pemahaman berarti bahwa dengan pengajaran remedial memungkinkan guru, siswa, atau pihak-pihak lainnya akan dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dan komprehensif mengenai pribadi siswa.

3. Fungsi Penyesuaian

Fungsi penyesuain berarti bahwa pengajaran remedial dapat membentuk siswa

untuk bisa beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya (proses

belajarnya).

4. Fungsi Pengayaan

Fungsi pengayaan berarti bahwa pengajaran remedial akan dapat memperkaya proses pembelajaran, sehingga materi yang tidak disampaikan dalam pengajaran regular, akan dapat diperoleh melalui pengajaran remedial.

5. Fungsi Akselerasi

Fungsi akselerasi berarti bahwa dengan pengajaran remedial akan dapat diperoleh hasil belajar yang lebih baik dengan menggunakan waktu yang efektif dan efisien. Dengan kata lain, dapat mempercepat proses pembelajaran, baik dari segi waktu mau pun materi.

6. Fungsi Terapeutik

Fungsi terapeutik berarti bahwa secara langsung atau tidak, pengajaran remedial akan dapat membantu menyembuhkan atau memperbaiki kondisi-kondisi kepribadian siswa yang diperkirakan menunjukkan adanya penyimpangan.

Bab III

Kesulitan Belajar

A. Pengertian Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar itu sendiri merupakan gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau menghitung. Kesulitan belajar siswa di sekolah bisa bermacam-macam baik dalam hal menerima pelajaran, menyerap pelajaran, atau kedua-duanya.

B. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Kesulitan Belajar

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri dari dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor Internal (dalam diri siswa), di antaranya:

a. Kelemahan secara fisik, seperti:

· Adanya suatu susunan saraf yang tidak berkembang secara sempurna, sehingga sering mengakibatkan terjadinya gangguan emosional.

· Adanya penyakit menahun yang dapat menghambat usaha-usaha belajar secara optimal.

b. Kelemahan – kelemahan secara mental, baik kelemahan yang dibawa

sejak lahir maupun karena pengalaman, yang sukar diatasi oleh individu yang

bersangkutan, seperti:

· Kelemahan mental, artinya taraf kecerdasan (intelegensia)-nya memang kurang.

· Kurang bakat dan minat, bimbang, kurang usaha, aktivitas yang tidak terarah, kurang semangat, kurang gizi, kurang menguasai keterampilan dan kebiasaan fundamental dalam belajar.

c. Kelemahan-kelemahan emosional, seperti:

· Adanya rasa tidak aman.

· Tercekam oleh rasa fobia (takut, benci, dan antipati).

· Ketidakmatangan.

d. Kelemahan yang disebabkan karena kebiasaan dan sikap-sikap yang salah, seperti:

· Banyak melakukan aktivitas yang bertentangan dan tidak menunjang kegiatan sekolah, atau malas belajar.

· Kegagalan dalam usaha memusatkan perhatian.

· Gugup.

e. Tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan, spt:

· Ketidakmampuan membaca (dyslexia), menulis (dysgraphia), berhitung (dyscalculia), dan kurang menguasai pengetahuan dasar untuk suatu bidang studi yang sedang diikuti.

· Memiliki kebiasaan belajar dan cara bekerja yang salah.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di luar diri siswa,

diantaranya:

a. Adanya kurikulum yang seragam, bahan dan buku-buku sumber yang

tidak sesuai dengan tingkat kematangan siswa dan perbedaan individual.

b. Adanya ketidaksesuaian standar administratif, seperti sistem pengajaran,

penilaian, pengelolaan, kegiatan, dan pengalaman pembelajaran.

c. Adanya beban belajar siswa yang terlalu berat, atau populasi siswa yang

ada di dalam kelas terlalu besar.

d. Terlalu sering pindah sekolah, tinggal kelas, dan sebagainya.

e. Adanya kelemahan dari sistem pembelajaran pada tingkat pendidikan

dasar sebelumya.

f. Kelemahan yang terdapat dalam kondisi rumah tangga (pendidikan, status

social ekonomi, keutuhan keluarga, ketentraman, dan keamanan).

g. Terlalu banyak kegiatan di luar jam pelajaran sekolah atau terlalu banyak

terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler.

h. Kekurangan gizi,dan sebagainya.

C. Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar

Ada berbagai cara untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar. Berdasarkan informasi yang diterima dari tes formatif, maka akan diketahui kesulitan khusus yang dialami oleh siswa. Mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, tidak dapat dibicarakan secara terpisah dengan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar tersebut.

Apabila seorang guru melihat siswanya mengalami kesulitan belajar, maka harus mengamatinya apakah gangguan yang terjadi pada siswa itu merupakan gangguan internal ataukah gangguan eksternal, dan apakah gangguan itu tergolong berat atau ringan.

Usaha perbaikan kesulitan belajar siswa ini dapat dilakukan dengan memperhatikan apabila ada lebih dari satu siswa yang mengalami kesulitan belajar yang sama, maka upaya perbaikan ini hendaknya diberikan terhadap kelompok siswa itu secara bersama-sama. Akan tetapi, apabila ada siswa yang memiliki kesulitan khusus yang bersifat unik, maka upaya perbaikan hendaknya diberikan secara individual.

Metode yang dipakai dalam usaha mengatasi kesulitan belajar tidak berbeda dengan metode yang dipakai pada pelaksanaan proses belajar-mengajar pada umumnya, antara lain:

· Metode ceramah

· Metode diskusi

· Metode pemberian tugas dan resitasi

· Metode kerja kelompok

· Metode tanya jawab

· Metode demonstrasi dan eksperimen

· Metode sosiodrama/bermain peran (role playing)

· Metode tutorial, dan

· Metode pengajaran individual.

Tidak ada satu metode pun kalau ia berdiri sendiri, merupakan metode yang paling baik atau merupakan metode yang tidak paling baik.Baik buruknya suatu metode bergantung pada faktor-faktor antara lain:

1. Tujuan pembelajaranyang akan dicapai.

2. Kemampuan guru dalam menggunakani metode pengajaran yang dimaksud.

3. Kemampuan siswa dalam mengadaptasi metode pengajaran yang digunakan.

4. Besarnya kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan metode pengajaran itu.

5. Waktu belajar.

6. Tempat belajar.

7. Fasilitas yang tersedia.

Yang penting adalah bagaimana guru menentukan/mengombinasikan metode yang paling tepat untuk melayani siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tentu saja dengan memperhatikan faktor-faktor di atas.

Dengan metode yang tepat, diharapkan siswa akan:

1. Mempunyai motivasi belajar lebih giat.

2. Mengerti sungguh-sungguh apa yang dipelajari.

3. Mendapatkan ketrampilan yang cukup, sehingga dapat menguasai pelajaran dengan baik.

Untuk menetapkan metode apa yang dipakai dalam memberikan “bimbingan belajar”, perlu dipahami dulu pengertian “belajar” dan “bimbingan belajar”. Belajar ialah suatu usaha untuk menguasai suatu kecakapan, baik jasmaniah maupun rohaniah dengan jalan mengorganisasikan atau mereorganisasikan materi, hingga menjadi orang yang belajar dan mengubah tingkah laku yang lebih baik. Yang penting adalah bagaimana belajar yang efektif dan efisien (berdaya guna dan berhasil guna).

Bimbingan belajar ialah suatu proses pemberian bantuan kepada siswa dengan memperhatikan siswa sebagai makhluk individual, makhluk social dan perbedaan-perbedaan individu, agar supaya siswa dalam proses perkembangannya dapat maju seoptimal mungkin, dapat memecahkan masalah/kesulitannya sendiri demi peningkatan kebahagiaan hidupnya.Yang penting bagi guru/pembimbing ialah bagaimana menentukan metode yang paling tepat untuk memberikan bimbingan belajar di dalam penerapannya secara operasional kepada para siswa yang memerlukan bimbingan belajar itu.

· Metode ceramah

Metode ceramah merupakan suatu metode mengajar yang dilakukan dengan penyajian materi melalui penjelasan lisan oleh seorang guru kepada siswa-siswanya. Metode ini biasanya digunakan apabila guru akan menyampaikan suatu kenyataan yang tidak ada dalam buku pelajaran, sementara fakta ini dimaksudkan untuk memperdalam atau memperluas materi pelajaran yang tidak terdapat di dalam buku tersebut.

Metode ini juga akan efektif bila digunakan untuk menghadapi siswa yang berjumlah banyak, dan guru dapat memberi motivasi atau dorongan belajar kepada siswa untuk mengikuti kegiatan belajar tersebut.

· Metode diskusi

Metode diskusi merupakan suatu metode untuk menguasai bahan atau materi pelajaran yang dilakukan melalui tukar menukar pendapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing siswa untuk memecahkan suatu masalah.

Dengan menggunakan metode ini dalam rangka pengajaran perbaikan,maka diharapkan setiap individu dalam kelompok dapat mengenal diri dan kesulitannya serta menemukan jalan pemecahannya, berinteraksi dalam kelompok sehingga menumbuhkan sikap percaya-mempercayai, mengembangkan kerja sama antarpribadi, menumbuhkan kepercayaan diri, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab.

· Metode tanya jawab

Metode tanya jawab ini digunakan dalam rangka pengenalan kasus untuk mengetahui jenis dan sifat kesulitannya. Dalam rangka perbaikan, serangkaian tanya jawab dapat membantu siswa dalam memahami dirinya, mengetahui kelebihan atau kekurangannya, dan memperbaiki cara-cara belajarnya.

Metode tanya jawab ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Dengan metode tanya jawab dalam rangka pengajaran perbaikan ini, maka akan memungkinkan terbinanya hubungan guru-siswa, meningkatkan motivasi belajar, menciptakan kondisi yang menunjang pelaksanaan penyuluhan, dan menumbuhkan rasa harga diri.

· Metode demonstrasi dan eksperimen

Metode eksperimen ini sangat berkaitan erat dengan metode demonstrasi, karena setelah melakukan suatu demonstrasi, kemudian akan diikuti kegiatan eksperimen. Metode demonstrasi merupakan suatu metode mengajar yang dilakukan dengan mempertunjukkan sesuatu, dapat berupa suatu rangkaian percobaan, model, atau keterampilan tertentu. Dalam penggunaan metode ini, siswa dituntut untuk memperhatikan hal-hal yang didemonstrasikan.

Sedangkan metode eksperimen merupakan suatu metode mengajar yang dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa, baik secara individual maupun kelompok, untuk melatih melakukan suatu kegiatan percobaan secara mandiri.

Dalam program pengajaran remedial, kedua metode ini j Agar siswa Agar siswa uga dapat digunakan untuk membantu siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar, karena melalui kegiatan pengamatan dan mencoba melakukan sendiri, maka besar peluang siswa untuk dapat memahami suatu materi pelajaran.

· Metode tutorial

Dalam program remedial, guru juga dapat menggunakan metode tutorial, baik tutor sebaya maupun tutor serumah.Yang dimaksud dengan tutor sebaya adalah kegiatan bantuan perbaikan yang diberikan oleh teman-teman yang sekelas dengan siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tutor sebaya ini tidak harus merupakan siswa yang paling pandai di kelas, tetapi tentunya siswa tersebut sudah mastery (menguasai) terhadap bahan atau materi pelajaran yang akan ditutorkan. Guru juga dapat menggunakan tutor serumah, baik kakaknya, paman, atau orang tua siswa itu sendiri.

Namun demikian, fungsi tutor di sini hanya membantu guru dalam melaksanakan kegiatan perbaikan bagi siswa yang memerlukan. Artinya, pelaksana utama kegiatan perbaiakan ini tetaplah guru itu sendiri, dan guru bertanggung jawab terhadap penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang dipelajari.

Dengan petunjuk-petunjuk dari guru, tutor membantu temannya yang mengalami kesulitan. Pemilihan tutor didasarkan atas prestasi, punya hubungan social baik dan cukup disenangi oleh teman-temannya. Tutor berperan sebagai pemimpin dalam kegiatan kelompok sebagai pengganti guru. Dengan tutor ini diharapkan adanya hubungan yang lebih dekat dan akrab. Tutor sendiri kegiatannya merupakan pengayaan dan menambah motivasi belajar, juga dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepercayaan sendiri.

D. Contoh Kasus Kesulitan Belajar dan Mengatasinya

Seorang siswa kelas 1 SMP mengalami kesulitan dalam hal membaca “reading” bahasa Inggris mengenai lafal maupun tekanannya. Dengan demikian ia juga kesukaran dalam mengartikan kalimat demi kalimat, sehingga dia menemui kesulitan dalam memahami isi bacaan yang dipelajarinya.

Bagaimana guru harus memberikan pertolongan kepada siswa tersebut ?

Memahami kasus tersebut dapatlah :

· Dilokalisasikan jenis dan sifat kesulitannya yaitu :

1. Hal membaca reading, tentang ucapan atau lafal dan tekanan.

2. Memahami isi bacaan.

· Dilokalisasikan jenis dan sifat faktor penyebab kesulitan :

1. Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran baru.

2. Tulisan atau ejaannya berbeda dengan lafalnya.

3. Tidak ada kelainan pada siswa.

· Perkiraan dan penetapan kemungkinan bantuan :

1. Tingkat kesulitannya ringan, relatif mudah ditolong.

2. Waktu yang digunakan ± 4×30 menit.

3. Di rumah siswa.

4. Oleh kakaknya yang kebetulan duduk di kelas III SMP.

5. Metode tutoring serumah.

· Pelaksanaan tindak lanjut :

Meminta kepada kakak siswa tersebut yang duduk di kelas III SMP untuk melatih membaca di rumah selama 4 malam berturut-turut @ 30 menit. Sebelumnya guru memberikan contoh bagaimana membaca reading yang benar kepada kakak siswa tersebut.

Yang perlu dicatat dalam langkah-langkah tersebut ialah faktor “ORANG YANG MEMBERIKAN BANTUAN”, dalam hal ini ialah kakak siswa itu yang kebetulan duduk di SMP kelas III diperkirakan memenuhi syarat sebagai tutor serumah.

Bab IV

Penutup

A. Kesimpulan

Kegiatan remedial (perbaikan) dalam proses pembelajaran merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian bantuan yang berupa kegiatan perbaikan yang telah diprogram dan disusun secara sistematis. Tantangan, krisis dan kesenjangan belajar berpengaruh terhadap pertumbuhan jumlah siswa yang mengalami kesulitan belajar di sekolah, terutama bagi siswa lamban belajar dan berprestasi rendah.Dalam proses pembelajaran, akan selalu ada siswa-siswa yang memerlukan bantuan, baik dalam hal mencerna materi pelajaran maupun dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang dialaminya. Sering ditemui seorang atau sekelompok siswa yang tidak mencapai prestasi belajar yang diinginkan. Hasil belajar seorang siswa kadang-kadang berada di bawah rata-rata bila dibandingkan dengan hasil belajar teman-teman sekelasnya. Siswa-siswa seperti inilah yang perlu memperoleh pengajaran remedial.

B. Saran

Dalam proses pembelajaran, seorang guru sudah barang tentu bertanggung jawab untuk membantu dan membimbing siswa untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. Seorang guru sangat diharapkan untuk dapat menciptakan situasi pembelajaran yang efektif, efisien, dan relevan. Agar hal ini dapat tercapai, maka seorang guru harus memiliki kompetensi yang beraneka ragam.

Daftar Pustaka

  1. Mukhtar dan Rusmini, 2005. Pengajaran Remedial. Jakarta: Nimas Multima.
  2. Ischak dan Warji, 1987. Program Remedial. Yogyakarta: Liberty.
  3. Wijaya,Cece, 1996. Pendidikan Remedial. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  4. http://www.google.com
  5. http://www.pikiran-rakyat.com

Published in: on 21 Februari 2009 at 7:57 am  Comments (6)